Blog Dofollow here :

Jangan Sembarangan Berhentikan Honorer

UNDANG-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang disahkan 19 Desember 2013 tidak lagi mengenal istilah honorer. Konsekuensinya, pemda sudah tidak boleh lagi menganggarkan gaji untuk mereka.

Di awal-awal tahun 2014 ini, sejumlah pemda sudah mulai mengambil langkah penyesuaian. Sebagai contoh, Pemprov Sumut yang melakukan pemecatan secara mendadak terhadap 146 Tenaga Harian Lepas (THL) yang selama ini bekerja di lingkungan Pemprov Sumut dan rumah dinas Gubernur Sumatera Utara.

Diperkirakan, pemda-pemda lain juga akan mengambil langkah serupa. Nah, bagaimana tanggapan pemerintah pusat terkait masalah ini? Berikut wawancara wartawan JPNN.com, Soetomo Samsu, dengan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Eko Sutrisno, Jumat (3/1).

Ada pemda yang mulai memberhentikan tenaga honorer yang sudah tidak punya peluang lagi diangkat menjadi CPNS. Tanggapan Anda?

Memang, sejak terbitnya PP Nomor 48 Tahun 2005 jo PP 43 Tahun 207 tentang pengangkatan tenaga honorer, seluruh instansi sudah dilarang mengangkat tenaga honorer. Pemda harus lebih fokus untuk memberdayakan pegawai yang sudah ada untuk efisiensi. Manfaatkan tenaga yang ada, boleh geser sana sini.

Langkah pemberhentian dibenarkan?

Ya, karena kalau masih ada honorer, pemda harus sudah mulai berpikir, mempekerjakan orang itu harus bertanggung jawab. Di UU ASN disebutkan, harus ada jaminan kesehatan dan lain-lain sesuai aturan ketenagakerjaan. Kalau sekadar mengangkat orang, dibayar di bawah UMR, ya itu namanya tidak bertanggung jawab.

Mekanisme pemberhentian seperti apa? Apa boleh mendadak?

Pemda tidak boleh langsung begitu saja memberhentikan tenaga honorer. Harus dilakukan secara arif, harus dilihat juga bagaimana isi kontraknya dulu saat mereka diangkat menjadi honorer. Kalau tidak ada kontraknya yang jelas, ya repot. Juga harus sosialisasi terlebih dahulu kepada para tenaga honorer itu agar tidak kaget. Gak boleh gitu. Harus ada sosialisasi sebelumnya. Harus dijelaskan mengapa diberhentikan, jelaskan juga aturan baru yang mendasari pemberhentian itu.

Apakah yang diberhentikan itu harus diberi pesangon?

Masalah ini tergantung dari isi kontrak kerja masing-masing honorer. Pada saat menjadi honorer, bagaimana perjanjian kontraknya. Apakah disebutkan ada pesangon atau tidak. Ini sebagian besar kan gak jelas, tidak ada kontrak kerjanya. Jadi, kalau mereka sudah tidak bisa diangkat menjadi PNS, ya harus diselesaikan secara arif, ajak bicara dulu, terutama harus ada sosialisasi terlebih dahulu.

Jadi yang salah pemdanya? Mengangkat honorer tanpa perhitungan?

Seperti saya sebutkan tadi, sejak terbit PP 48 Tahun 2005, sudah tidak boleh lagi mengangkat honorer. Konsekuensinya, ya harus diberhentikan kalau memang sudah tidak ada anggaran atau sudah tidak ada pekerjaan. Tapi, sekali lagi, caranya harus baik-baik. Jangan mendadak-mendadak, tak bisa serta-merta.

Kalau ada dasar aturannya, berarti banyak pemda yang akan mengambil langkah seperti Pemprov Sumut?

Ya, ini merupakan bagian dari penataan pegawai.Karena faktanya, di instansi pemerintahan itu yang bekerja ada PNS ada juga non PNS. Nah, ini yang harus ditata.

Jika faktanya instansi membutuhkan tenaga non PNS, dari mana diambil?

Di BKN sendiri juga ada tenaga non PNS, seperti satpam dan supir. Namun BKN mengambil mereka dari perusahaan outsorching. Karena kalau dari outsorching, selain kesejahteraan mereka terjamin, juga mereka merupakan tenaga terlatih. Kita tinggal memantau bagaimana kinerja mereka.***

#sumber: http://www.jpnn.com/read/2014/01/04/208916/Jangan-Sembarangan-Berhentikan-Honorer-

Faktor Pengalaman tak diperhitungkan -nasib wong cilik-

Profil Figur Calon Presiden 2014 (Pemilu 2014)

Pilihan anda akan menentukan nasib masa depan Indonesia
Kenali lebih dekat kandidat calon presiden anda dengan melihat profil mereka

Nomor urut peserta pemilu 2014:

1. Partai Nasdem

2. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Capres: Roma Irama (Lihat Profil)

3. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Capres: Joko Widodo (Lihat Profil)

5. Partai Golkar
Capres: Aburizal Bakrie (Lihat Profil)

6. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
Capres: Prabowo Subianto (Lihat Profil)

7. Partai Demokrat

8. Partai Amanat Nasional (PAN)

9. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
Capres: Wiranto (Lihat Profil)

Kontroversi dan dugaan pelanggaran HAM terkait Wiranto


Wiranto diduga terlibat dalam kejahatan perang di Timor Timur (saat ini bernama Republik Demokratik Timor Leste) tahun 1999. Bersama lima perwira militer lainnya yang diduga terlibat, Wiranto didakwa oleh pengadilan (PBB) ikut terlibat dalam tindak kekerasan pada tahun 1999 yang menyebabkan 1500 warga Timor Timur tewas selama berlangsungnya referendum, jajak pendapat kemerdekaan. Tapi, peradilan Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia menolak untuk menyelidiki perwira dan aparat kepolisian yang dituduh terlibat pelanggaran HAM dalam pembebasan Timor Timur. Penolakan untuk memejahijaukan itu dianggap melecehkan bukti yang telah ada dan membuat marah Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (Deplu AS), oleh karena itu Wiranto dan lima perwira lainnya tersebut masuk dalam daftar tersangka penjahat perang dan dilarang masuk ke Amerika Serikat.

Jaksa Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah menyarankan Timor Leste mengeluarkan surat penangkapan internasional bagi bekas Panglima TNI Jenderal tersebut. Nicholas Koumjian, seorang jaksa PBB dari Pengadilan Khusus Kriminal Serius di Dili mengatakan, Wiranto semestinya bertanggung jawab atas insiden berdarah tahun 1999 itu. Dia juga mengatakan bahwa Wiranto telah gagal melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pemimpin kekuatan militer dan polisi di Timor Timur untuk mencegah terjadinya kejahatan melawan kemanusiaan dan gagal menghukum pelaku kejahatan itu.

Profil Wiranto


Jenderal TNI (Purn) Dr. H. Wiranto, SH. lahir di Kota Yogyakarta, DIY, 4 April 1947 adalah politikus Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Wiranto menjabat Panglima TNI periode 1998-1999. Setelah menyelesaikan jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat pada periode 2006-2010, dia kembali terpilih untuk masa jabatan yang kedua (2010-2015).

Ayahnya, RS Wirowijoto adalah seorang guru sekolah dasar, dan ibunya bernama Suwarsijah. Pada usia sebulan, Wiranto dibawa pindah oleh orang tuanya ke Surakarta akibat agresi Belanda yang menyerang kota Yogyakarta. Di Surakarta inilah ia kemudian bersekolah hingga menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA Negeri 4 Surakarta).

Pendidikan

SMA Negeri 4 Surakarta (1964)
Akademi Militer Nasional (1968)
Sekolah Staf dan Komando TNI AD (1984)
Universitas Terbuka, Jurusan Administrasi Negara (1995)
Lemhannas RI (1995)
Perguruan Tinggi Ilmu Hukum Militer (1996)

Karier Militer

Namanya melejit setelah menjadi ADC Presiden Soeharto tahun 1987-1991. Setelah sebagai ajudan presiden, karier militer Wiranto semakin menanjak ketika tampil sebagai Kasdam Jaya, Pangdam Jaya, Pangkostrad, dan KSAD.

Selepas KSAD, ia ditunjuk Presiden Soeharto menjadi Pangab (sekarang Panglima TNI) pada Maret 1998. Pada masa itu terjadi pergantian pucuk kepemimpinan nasional. Posisinya yang sangat strategis menempatkannya sebagai salah satu pemain kunci bersama Wakil Presiden B.J. Habibie. Ia tetap dipertahankan sebagai Pangab di era Presiden BJ Habibie.

Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) RI (1998)
Kepala Staff TNI Angkatan Darat (Kasad) (1997)
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) (1996)
Pangdam Jaya (1994)
Kasdam Jaya (1993)
Ajudan Presiden Republik Indonesia (1989-1993)
Asops Kasdivif-2 Kostrad (1988)
Waasops Kas Kostrad pada (1987)
Kasbrigif-9 Kostrad (1985)
Kadep Milnik Pussenitf (1984)
Karoteknik Ditbang Pussenif (1983)

Jenjang Kepangkatan
Jendral TNI (1997)
Letjen TNI (1996)
Mayjen TNI (1994)
Brigjen TNI (1993)
Kolonel (1989)
Letkol (1982)
Mayor (1979)
Kapten (1973)
Letnan Satu (1971)
Letnan Dua (1968)
Karier Sipil

Kariernya tetap bersinar setelah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tampil sebagai presiden keempat Indonesia. Ia dipercaya sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, meskipun kemudian dinonaktifkan dan mengundurkan diri. Pada 26 Agustus 2003, ia meluncurkan buku otobiografi dengan judul Bersaksi di Tengah Badai.

Setelah memenangi konvensi Partai Golkar atas Ketua Umum Partai Golkar Ir. Akbar Tandjung, ia melaju sebagai kandidat presiden pada 2004. Bersama pasangan kandidat wakil presiden Salahuddin Wahid, langkahnya terganjal pada babak pertama karena menempati urutan ketiga dalam Pilpres 2004.

1. Kontroversi dan dugaan pelanggaran HAM terkait wiranto

Total Tayangan Laman

 

Copyright © 2012. SD NEGERI DUKUH TENGAH 01 - All Rights Reserved
Pendiri blog Adhi Primana Kontak Facebook FB Adhi Primana
Penyedia Hosting Blogger